Foto Google SETIAP penyakit ada obatnya. Setiap ujian musibah ada hikmah. Tiap ujian dari Tuhan, akan ada jalan keluar dan s...
Foto Google |
SETIAP penyakit ada obatnya. Setiap
ujian musibah ada hikmah. Tiap ujian dari Tuhan, akan ada jalan keluar dan
solusi. Tuhan tidak akan memberikan ujian kepada manusia di luar batas kemampuan hamba-Nya.
Kata-kata itu, sering saya sampaikan kepada teman, sahabat,
tetangga dan kepada siapapun ketika orang tersebut sedang dalam ujian atau
bahkan ditimpa musibah. Misalnya, ketika seseorang dari salah satu keluarganya
terserang penyakit tertentu tetapi tak kunjung sembuh. Maka kalimat motivasi,
pantas disampaikan kepadanya. Tujuannya, agar tidak mudah putus asa. Tidak
lekas mundur dari ujian dari Tuhan.
Dalam satu kesempatan, saya berkunjung ke rumah tetangga.
Salah satu keluarga dari tetangga saya
ini, sedang sakit. Penyakit yang diderita, terbilang cukup parah karena tak
kunjung sembuh. Berbagai pengobatan dilakukan. Medis hingga dukun. Versi medis,
terkana penyakit kangker. Tidak tahu jenis kangker apa. Menurut dukun, karena
diguna-guna seseorang.
Setiap hari dan malam, rumah tetangga yang tak jauh dari rumah
saya ini, tidak pernah sepi dari orang. Mereka datang bergantian sehabis kerja
di sawah sekedar menjenguk dan mendoakan untuk kesembuhannya. Sebab, sudah
berbulan-bulan tak juga sembuh.
Menariknya, dari sekian tamu yang datang itu, membawa cerita masing-masing
tentang pengalaman mendampingi orang sakit. Pengalaman mencari obat untuk
kesembuhan orang sakit. Kisah mereka bervariasi, ada yang sukses hingga sembuh
karena medis, dan ada pula yang sukses karena jampi-jampi perdukunan.
Dari cerita-cerita itu, ada satu di antara tamu itu bercerita.
Cerita ini cukup menarik perhatian saya. Dia memulai ceritanya; setiap penyakit
selalu ada obat. Kesembuhan seseorang tergantung keyakinan dalam diri seseorang
yang sakit. Jika yakin akan sembuh dengan pengobatan tradisional, maka, Insya
Allah akan sembuh. Sebab, hakikat kesembuhan seseorang dari suatu penyakit, adalah
Tuhan. Manusia hanya berusaha dengan mengobati.
Suatu ketika, dia mengaku diminta oleh tetatangganya untuk meminta
air barokah kepada kiai. Sebab, salah satu famili dari tetangganya itu, terkana
penyakit parah. Singkat cerita, orang tersebut berangkat dengan penuh keyakinan
terhadap kiai dimaksud tuan rumah.
Setibanyanya di dhalem kiai,
orang tersebut langsung menceritakan kronogis hingga sampai ke tempat kiai.
Kiai tersebut tidak banyak bicara. Seusai bincang-bincang dengan tamu, Lalu ke
belangkang meninggalkan tamu di ruang tamu. Tak lama kemudian, kiai kembali dan
membawa air dalam botol kemasan air meneral. ”Berikan air ini berikan kepada si
sakit. Sisanya, dioleskan pada kulit yang sedang sakit,” kata orang itu
menirukan pesan kiai.
Lalu, orang tersebut pulang menuju rumah tetangganya yang sedang
sakit dengan menenteng air dalam botol kemasan. Namun, belum tiba di rumah si
sakit, air barokah dalam botol terjatuh. Entah jatuh di mana dan hilang. Karena
mengendarai speda motor, dia lantas kembali untuk mencari lokasi air yang jatuh.
Tapi melihat sepanjang jalan yang telah di lewati, tak kunjung ditemukan.
Karena tak ditemukan, dia mengaku bingung. Jika harus kembali dan
meminta air lagi ke kiai, tidak mungkin. Rasa sungkan sangat kental. Bingung
bercampur pusing. Air untuk orang sakit hilang. Akhirnya, dia memutuskan untuk
membeli air di toko terdekat, lalu tutup plastik dalam botol dibuka, lalu
dikemas seperti air barokah yang diberikan oleh kiai.
Setelah tiba di rumah tetangganya yang sakit, air itu diberikan
sesuai dengan perintah sang kiai. Berkat kekuasaan-Nya, dan sudah yakin, penyakitnya
sembuh meski air bersumber dari toko. Bukan air asli yang diberikan kiai.
Cerita itu kemudian menginatkan saya terhadap kisah Nabi Musa AS
bersama pasukannya saat di kejar Fir’un. Dikisahkan, Musa As sedang lari dari
kejaran Fir’un bersama pasukannya ke sebuah lembah di lereng gunung. Namun,
ketika Musa tiba di lereng gunung itu, tiba-tiba Musa merasa sakit perut. Lalu
Musa berdoa kepada Tuhan, ”Ya Allah, saya sakit perut dan masih di kejar
Fir’un. Semoga engkau berkenan menyembuhkan sakit perut,” kira-kira begitu doa
Musa.
Tidak lama kemudian, doa Musa di ijabah langsung oleh Allah. Musa
diperintahkan lari ke atas gunung dan memakan segala dedaunan yang ada di atas
gunung. Mengikuti perintah itu, Musa langsung lari ke atas gunung untuk memakan
dedaunan. Namun, sebelum tiba ke atas gunung, dan tentu saja belum memakan lembaran
demi lembaran daun, perutnya yang sakit sembuh. Musa tidak lagi merasakan sakit
perut.
Musa kembali dan berkumpul kembali bersama pasukannya. Tapi, belum
begitu lama, perut Musa kembali sakit. Tanpa berfikir panjang dan tanpa berdoa
lagi pada Tuhannya, Musa langsung lari ke atas gunung. Setibanya di atas Gunung
itu, segala macam dedaunan langsung di makan. Namun, sakit perut yang diderita
Musa tak kunjung sembuh. Lalu Musa berkata, Ya Tuhan, saya sudah makan segala
macam dedaunan. Tetapi perut saya masih belum juga sembuh.
Menurut kisah, Tuhan kemudian berkata kepada Musa. Musa, ketika sakit
perut pertama tadi, kamu memohon kepada saya (Tuhan). Sedangkan sakit perut
kedua, langsung naik ke atas gunung dan memakan dedauan. Apa dikira daun itu
bisa menyembuhkan. Tidak. Semua yang menyembuhkan sakit perutmu adalah saya
(Tuhan).
Begitulah kisah Nabi Musa sebagaimana disampaikan Emha Ainun Najib
dalam sebuah ceramah di radio delta. Saya
tidak tahu sumber dari kisah tersebut. Namun, cukup menarik dijadikan pelajaran
bahwa manusia tidak boleh bersikap sombong.
Hakikatnya, manusia tidak memiliki kuasa apapun. Misalnya, sarjana
ekonomi, tidak ada jaminan ekonominya mapan. Sarjana pendidikan, tidak ada
kepastian bisa mendidik siswa dengan baik, sarjana kedokteran, tak ada jaminan
bisa menyembuhkan orang sakit.
Manusia tidak boleh berputus asa karena tidak tahan dengan ujian
dan musibah. Teruslah berdoa dan berusaha. Terutama ketika kita sedang sakit.
Sakit apa saja. Jangan terlena pada sesuatu yang tampak terlihat di depan mata.
Jangan takabur karena memiliki obat harga mahal. Semahal apapun harga obat, tak
ada jaminan bisa menyembuhkan suatu penyakit. Hanya Allah SWT yang bisa
mengubah nasib seseorang maupun suatu kaum. Hanya Allah Maha Pemberi Petunjuk.
Sebaik-baik petujuk adalah petunjuk Allah. (*)
OLEH BUSRI TOHA
KOMENTAR