Qurban, salah satu ritual ibadah umat Muslim. Hewan sembelihan binatang ternak tidak semata-mata untuk dipersembahkan kepada Allah SWT te...
Qurban, salah satu ritual ibadah umat Muslim. Hewan sembelihan binatang
ternak tidak semata-mata untuk dipersembahkan kepada Allah SWT tetapi kepada
umatnya. Dalam syariat Islam,
pelaksanaan ritual kurban bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha, mulai tanggal 10 (hari nahar) dan 11,12 dan 13 (hari tasyrik) bulan Dzulhijjah.
Penyembelihan hewan
kurban adalah bagian penting dalam syariat Islam. Sebab, setelah menyembelih
hewan kurban, dagingnya dibagikan kepada fakir miskin, sanak famili, keluarga
muslim lain yang kurang mampu. Daging hewan kurban tidak untuk berfoya-foya
diri sendiri, tetapi diberikan kepada tetangga sekitar yang kurang mampu.
Pembagian daging
kurban itu, mengandung makna kepedulian sosial. Syariat telah mengajarkan bahwa
umat muslim harus peduli terhadap lingkungan, saling berbagi satu sama lain.
Umat muslim tidak boleh kikir dan harus peduli terhadap umat muslim lain.
Keikhlasan hati berkurban, mengandung nilai bahwa manusia harus meninggalkan
sifat-sifat kebinatangan (bahamiah)
dalam diri manusia. Sadar dan mengakui
kebenaran Allah SWT.
Dengan begitu,
berkurban bukan semata-mata untuk diri sendiri tetapi untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan. Bukan pula hanya menjadi
sarana individu tetapi kepedulian sosial terhadap umat manusia. Ia bukan
sekedar binatang yang berfikir. Tetapi, manusia adalah makhluk sosial. Kesediaan
berkurban dan membaginya, adalah tanda manusia makhluk sosial.
Sebagai makhluk
sosial, kepedulian sosial harus ditanamkan sejak dini terutama kepada generasi
muda dan anak didik. Penanaman ini menjadi penting agar pemahaman bahwa manusia
tidak akan hidup sendiri tetapi penting beraktualisasi dengan yang lain.
Kepedulian kepada manusia lainnya, menjadi kewajiban pada setiap diri manusia.
Dalam perluasan makna
kurban, kurban berarti kepekaan sosial terhadap sesama, peduli terhadap fakir
miskin, anak yatim dan keluarga kurang mampu. Alquran telah menegaskan, ”Bahwa
tidak sampai kepada Allah SWT daging dan darahnya. Tetapi yang sampai kepada-Nya
adalah ketaqwaanmu” (QS.22;37).
Kendati kondisi sudah
semakin banyak umat muslim yang memiliki kemampuan secara ekonomi untuk
berkurban, tetapi kepekaan untuk berkurban semakin berkurang. Barangkali sudah
menjadi contoh, Madura berpenduduk mayoritas muslim dengan pemahaman terhadap
ajar agama Islam begitu kuat. Namun, kenyataan dilapangan, sangat sedikit umat
muslim yang mampu mempuyai kesadaran untuk berkurban. Bahkan, dalam satu desa,
belum tentu ada warga yang berkurban baik sapi maupun kambing.
Menilik dari spirit
berkurban, bahwa selain untuk pengabdian kepada Tuhan, pula sebagai bentuk
kepedulian sesama hamba, memupuk rasa empati, mempererat dimensi kemanusiaan,
dengan berbagi daging kurban. Pada titik inilah, kurban bukan lagi sebatas
ritus yang berhukum sunnah, namun justru menjadi wajib bagi hamba yang mampu.
Ini erat kaitannya
dengan prinsip keagamaan yang digaungkan oleh Nabi Muhammad, bahwa agama adalah
rahmat lil ‘alamin, bahwa agama hadir
(being) bukan dalam bentuk kekakuan
elit, tapi memasyarakat, dekat dengan konsep humanitarianisme –bukan sekedar
humanisme lokal. Inilah entitas yang menjadi spirit berkurban.
Akhir kalam, ibadah
bukan sekedar acara seremonial, foya-foya, memakan daging kurban bersama. Tapi
lebih dari itu, menumbuhkan kepekaan sosial dalam hidup bermasyarakat, dan
sebagai hamba yang menjiwai perannya. Salam hangat!
KOMENTAR