body { font: normal normal 12px 'Roboto', sans-serif; color: #000000; background: #FFF none repeat scroll top left; } .header-button { display: block; height: 60px; line-height: 60px; background: #010048; }

Pesantren dan Kiai Politisi

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia sangat diperhitungkan keberadaannya dalam konteks nasional. Hal itu bukan han...

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia sangat diperhitungkan keberadaannya dalam konteks nasional. Hal itu bukan hanya karena status pesantren sebagai li’izil islam wa al-muslimin, bukan pula karena lembaga “terunik” ini telah banyak menstransformasikan out putnya duduk di posisi strategis negara. Namun, paling urgen, Pesantren memiliki nilai-nilai dan tradisi unggul yang dikembangkan dan tidak dimiliki lembaga lain.
Tradisi menarik yang menjadi keunggulan pesantren adalah kesederhanaan. Gaya hidup sederhana menjari ciri khas yang tidak bisa dilepaskan dengan santri. Hal itu karena Pesantren mentradisikan dengan undang-undang pesantren kepada santri agar santri tidak terjangkiti penyakit hidonesme seperti kebanyakan generasi kita sekarang. Tidak ada Pesantren, baik Pesantren Salaf, semi modern, bahkan yang modern sekalipun dengan sistem pengajaran klasikal, yang tidak menerapkan kesederhanaan. Pada pesantren yang sangat besar dengan ribuan santri, pola hidup sederhana tetap dipertahankan.
Sebagai contoh, setiap santri di PP. Annuqayah Sumenep, diharuskan memasak nasi sendiri dengan makan dan ikan seadanya (bukan indekos). Pesantren Bata-Bata Pamekasan, Pesantren Salaf Al-Karawi Ganding, PP. Banyu Anyar Pamekasan, dan Pesantren-Pesantren lain telah disedikan tempat khusus menanak bagi santri. Itu sebagai bukti tradisi kesederhanaan yang dikembangkan pesantren. Tujuannya, agar santri ketika terjun di masyarakat dapat hidup sederhana bersama masyarakat sehingga mudah melebur dengan situasi dan kondisi apapun dalam masyarakat.
Dengan sistem tersebut, pada gilirannya melahirkan santri mandiri dan kreatif. Mandiri berarti tidak hanya dalam soal kehidupan, tetapi dalam konsep dan pemikiran. Maka dengan mempraktekkan hidup sederhana sebagai media latihan dalam lindungan pesantren, dengan sendirinya kemandirian terbangun pada diri santri.
Tradisi itu tidak lepas dari Kiai sebagai pengasuh pesantren. Sebab, keberadaan Kiai di Pesantren bagai dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Kiai adalah pemegang otoritas kebijakan pesantren. Setiap kebijakan Kiai, santri harus Sami’na Wa atho’na. Bila melanggar aturan yang ditentukan Kiai, cap “santri murtad” akan disandang santri dan barokah akan ditarik.
Yang menjadi persoalan, apakah nilai-nilai kesederhanaan, kemandirian, keikhlasan, keteladanan yang menjadi ciri khas pesantren selama ini, saat ini masih terus dipertahankan Pesantren? Kita tidak bisa menjawab persoalan tersebut dengan logika hitam-putih, halal-haram, iya atau tidak. Tetapi perlu pengkajian ulang dan mendalam. Terutama terhadap pengasuhnya sebagai penentu kebijakan dan masa depan pesantren.
Diakui atau tidak, perubahan sistem politik nasional, telah mempengaruhi pesantren yang dalam hal ini adalah pengasuh. Diterapkannya undang-undang multi partai dan kebebasan berpolitik pasca runtuhnya Orde Baru, tentu telah ikut serta merombak pola pikir mayoritas Kiai. Membludaknya kalangan pengasuh pesantren yang berpengaruh terhadap partai politik praktis merupakan tanda bahwa pesantren (baca : Kiai) telah banyak yang terpengaruh dengan rayuan dan godaan politik praktis.
Banyaknya anggota dewan dan aktivis parpol, baik lokal maupun nasional yang namanya berawalan “K” dan “KH” mengamini realitas tersebut. Bahkan, menjelang pemilihan 2009, mereka mencetak stiker atau baleho dengan backround Kiai, kiai berbackround Kiai, bukan potensi diri. Tujuannya, agar dipercaya masyarakat bahwa ia telah mendapat restu dari Kiai A atau B.
Saat ini kita dapat melihat institusi partai politik yang telah banyak di pegang Kiai yang nota benenya pengasuh pesantren. Lalu bagaimana dengan pesantrennya? Bisakah para Kiai politisi itu membagi waktu dengan pesantren dan partainya? Kita akui bersama bahwa manusia penuh dengan kelemahan. Kiai juga manusia biasa yang memiliki kekurangan, bukan spederman yang serba bisa. Maka jelas, pasti ada salah satu yang ditinggalkan dan dikorbankan.
Menurut subyetif penulis, Kiai yang menjadi politisi, lebih banyak yang mengorbankan pesantrennya dari pada institusi partai. Terbukti dengan kesibukan mereka di partai, mustahil akan mempedulikan lembaga pesantrennya. Meski tidak semua Kiai begitu, namun kegiatan partai telah banyak menguras waktu dan tenaga kiai. Implikasinya, pesantren menjadi tanggung jawab nomor dua setelah partai. Alasannya, di Pesantren ada Ustadz atau santri senior. Padahal, sepeduli apapun ustadz atau santri senior terhadap santri junior pasti akan kalah pengaruhnya terhadap santri dengan Kiai sebagai pengasuh.
Memang, menurut Dr. H. Fadlil Munawwar Manshur, M.S. Kiai terjun dalam dunia politik memiliki dampak positif, yakni terbukanya akses lebar terhadap insfrastruktur politik dan ekonomi sehingga akan memudahkan pesantren dalam memperluas jaringan kerja sama dengan pihak luar, baik dari dalam maupun luar negeri.
Cuma, dampak negatifnya tidak bisa menghilangkan dampak postifnya. Dampak negatif yang mungkin dirasakan pesantren adalah kegamangan dan kehilangan pegangan para santri dan masyarakat pendukungnya apabila sebuah pesantren (termasuk Kiai) terlalu jauh terjun dalam politik praktis. Kekhawatiran ini beralasan karena bagaimanapun pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang menjadi benteng terakhir dalam tafaqquh fid-din. Lebih lanjut Fadlil menandaskan; apabila benteng terakhir ini jebol, harapan umat untuk menjadikan pesantren sebagai pusat keunggulan (centre of exellence) dalam kajian ilmu-ilmu agama Islam berbasis akhlaqul-karimah akan sirna. (http://www.pikiran-rakyat.com).
Dengan demikian, sudah saatnya para pengasuh pesantren yang sedang asyik terjun di dunia politik praktis segera back to pesantren. Mengawasi dan mendidik para santri. Menjadi santri cerdas, kreatif, inovatif lebih berharga dari menjadi aktifis parpol. Hal ini bukan dalam rangka menyepelekan kapasitas Kyai dalam politik. Tetapi berikan amanah kepada ahlinya.


KOMENTAR

BLOGGER: 1
Loading...
banner Selamat Datang di busritoha.blogspot.com semoga bermanfaat
Nama

ARTIKEL,13,Catatan Harian,10,Cerita,6,JENDELA,33,lucu,3,News,11,OPINI,34,
ltr
item
Busri Toha: Pesantren dan Kiai Politisi
Pesantren dan Kiai Politisi
Busri Toha
https://busritoha.blogspot.com/2008/12/pesantren-dan-kiai-politisi.html
https://busritoha.blogspot.com/
http://busritoha.blogspot.com/
http://busritoha.blogspot.com/2008/12/pesantren-dan-kiai-politisi.html
true
8564605806601913725
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Selengkapnya Balas Cancel reply Hapus Oleh Beranda Halaman Postingan View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE CARI ALL POSTS Not found any post match with your request KEMBALI KE BERANDA Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jum'at Sabtu Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy