”Setiap lembaga pasti memiliki kekurangan dan kelebihan” Alm. KH A Warits Ilyas BEGITULAH salah satu kalimat disampaikan almar...
”Setiap lembaga pasti memiliki kekurangan dan kelebihan”
Alm. KH A Warits Ilyas |
BEGITULAH salah satu kalimat disampaikan almarhum
KH. A. Warits Ilyas kepada saya di Mushalla dekat kebun salak. Waktu itu, saya
memiliki keinginan untuk pindah ke pondok pesantren lain. Sudah beberapa tahun tinggal di Pesantren Annuqayah,
saya merasa tidak kerasan. Jangankan untuk menyelesaikan MA, MTs saja saya
sudah tidak kerasan tinggal di pesantren itu.
Saya tidak kerasan,
karena (setidaknya menurut saya pribadi) pengurus pesantren mengambil kebijakan
se wenang-wenang. Misalnya, ketika dia melanggar aturan pesantren, tapi tidak
menjalani hukuman. Sedangkan saya, ketika melanggar harus menyapu keliling
pesantren dan juga mengangkut batu 1 kubik, dalam satu kali melanggar untuk
menyelesaikan pembangunan Masjid Jami’ Annuqayah yang berdiri megah sekarang.
Memang, mengangkut batu
adalah kewajiban santri setiap pagi. Kali ini, saya tidak ingin memprotes itu
semua. Karena setiap menjalankan kewajiban atau hukuman karena tindakan saya,
sudah ikhlas melaksanakan. Sebab, kata kakek saya, Suja’ie, yang juga alumni
Pondok Pesantren Annuqayah, semasa kepemimpinan Almarhum KH. Ilyas, ayah KH. A.
Warits Ilyas mengatakan, jangan pernah melawan undang-undang pesantren. Jika
dihukum laksanakan dengan baik jangan membantah. Sebab, setiap kejadian ada
hikmahnya.
Dalam konteks ini,
kakek saya adalah pahlawan bagi saya. Beliau telah mengajarkan banyak hal
tentang seni kehidupan. Kemandirian dan ketegasan dalam menghadapi setiap
persolan. Namun, lagi-lagi, ketika ada di pesantren, tidak mungkin setiap saat
akan selalu ingat dengan pesan sang kakek. Maka, ketika sedang lupa dengan
pesan kakek, saya kemudian tidak kerasan akibat sikap kesewenang-wenangan
pengurus pesantren kala itu.
Barangkali berbeda
dengan pengurus pesantren yang ada sekarang, jika dulu seringkali pengurus
mengatasnamakan kiai untuk menekan santri, kalau sekarang mungkin tidak ada.
Sebab, kontrol pengasuh pesantren terhadap pengurus semakin ketat. Bagi saya,
yang sangat penting, pengurus apapun jangan pernah menyalahgunakan wewenang.
Kenyataan yang saya
alami itu, membuat saya tidak kerasan di pesantren. Bahkan, saya terpaksa ke
luar Madura ke wilayah Banyuangi pergi ke rumah famili karena tidak kerasan.
Saya tidak pamitan kepada keluarga di rumah, pun juga kepada pengasuh pesantren
KH. A. Warits Ilyas. Menariknya, almarhum yang meninggal dunia pada 22 Februari2014 itu, seakan mengingatkan saya dalam perjalanan.
Entahlah, saya tidak
bisa menuliskan dalam kertas ini peringatan beliau kepada saya. Tapi jelas,
waktu itu saya langsung pulang dan kembali ke pesantren. Saya langsung
menghadap almarhum KH. A. Warits Ilyas. Sejak saat itu pula, setiap ada
persoalan sekecil apapun selalu saya curhat kepada almarhum KH. A. Warits Ilyas.
Mulai dari persoalan tidak memiliki uang hingga keinginan saya pindah
pesantren.
Sejak saat itu, saya
sedikit tahu keistiqomahan beliau. Beliau mengajarkan kepada saya tentang makna
istiqomah. Bahkan, sesibuk-sibuknya almarhum jika sudah pukul 13.00, pasti bel
berbunyi bahwa beliau sudah menuju ke Masjid untuk shalat berjamaah.
”Kamu mau pindah ke
mana?” begitulah pertanyaan yang beliau lontarkan kepada saya. Terus terang,
saya tidak bisa menjawab. Sebab, saya memang tidak memiliki jawaban. Alasan
saya Cuma satu tapi dalam hati, tidak kerasan. Belum sempat saya menjawab
pertanyaan beliau, beliau langsung memberikan penjelasan.
”Setiap lembaga pasti
memiliki kekurangan dan kelebihan. Jangan terlena dengan lembaga pendidikan
karena terlihat megah dari luar, ketika masuk ke dalam (lembaga) itu, bisa jadi
akan lebih parah. Sudahlah, kamu di sini saja. Jalani dengan sabar,” begitulah
kata-kata almarhum masih sangat saya ingat.
Akhirnya, setiap
lembaga harus selalu melakukan pembenahan dan pembenahan demi kebaikan. Tidak
ada lembaga yang sempurna tanpa adanya kekurangan. Lembaga apapun baik itu
swasta maupun negeri, jangan pernah takut dengan kritik. Sebab, kritik yang
masuk, baik itu negatif maupun positif, pasti berguna untuk pengembangan
lembaga itu sendiri.
Akhir kata, saya tidak
bisa memberikan yang terbaik kepada almarhum KH. A. Warits Ilyas. Saya hanya
bisa menangis atas kepergian beliau. Kecuali hanya bercerita kepada pembaca.
Siapa tahu ada yang ingin meniru beliau yang istiqomah. Istiqomah dalam
politik, istiqomah dalam pendidikan dan berdakwah dalam politik. Semoga,
almarhum KH. A. Warits Ilyas mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Amin (*)
Oleh: BUSRI TOHA
KOMENTAR