Oleh : Busri Thaha Hanya Allah SWT. yang mengetahui yang benar dan yang salah. Tidak ada kebenaran hakiki pada keputusan manusia. Semua ni...
Oleh : Busri Thaha
Hanya Allah SWT. yang mengetahui yang benar dan yang salah. Tidak ada kebenaran hakiki pada keputusan manusia. Semua nisbi. Karena manusia hanya berdasar pada data atau tumpukan kertas yang ada dihadapan mata untuk membenarkan. atau berdasar pada kesepakatan bersama sehingga sesuatu menjadi benar.
Kendati demikian, data dan tumpukan kertas juga masih dibuat oleh manusia. Sebagai manusia, tentu saja juga bisa merubah isi dalam kertas yang disebut data dan fakta itu. Pada gilirannya, tidak ada data yang benar-benar fakta karena semua bisa dirubah.
Sehingga, kebenaran bagi manusia mengikuti perputaran zaman dan waktu. Kini sesuatu bisa saja menjadi kebenaran bersama, tetapi di lain waktu jika ditemukan kebenaran yang baru, maka kebenaran lama tidak lagi menjadi benar. Dulu, system kerajaan dengan rakyat membungkuk dihadapan sang raja, adalah sesuatu yang benar. Tetapi jika saat ini ada orang membungkuk dihadapan orang, menjadi lucu.
Sama halnya dengan hukum, kebenaran dalam hukum Negara juga sering kali demikian. Misalnya, kali ini divonis salah, tetapi esok hari bisa jadi vonis itu tidak benar, kebenaran pun berubah. Bahkan, kesalahan yang disampaikan secara terorganisir dan berulang-ulang menjadi kebenaran bersama. Sebaliknya, kebenaran yang tidak terorganisir akan menjadi kesalahan yang tidak bisa diterima semua golongan.
Begitulah perjalan kehidupan manusia yang tidak menentu. Sering kali mencari kebenaran dan pembenaran dari pihak lain. Namun, apapun alasannya, kita tak perlu merisaukan hal itu.
Cuma kita hanya ikut prihatin ketika wajah Indonesia tercoreng oleh mereka yang selama ini menjadi pejabat yang terkenal bersih, yakni lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga yang selama ini dianggap paling benar. Benar tidak korupsi, benar tidak terlibat dalam skandal-skandal apapun. Tetapi, kebenaran itu berubah. Faktanya, orang nomor satu dilembaga itu tersangkut kasut memalukan. Padahal, dari sisi nama, lembaga itu harus benar-benar bersih dari hal-hal yang berbau ketidakbenaran atau dari hal-hal negative atau sesuatu yang akan menimbulkan kesan negative. Pasalnya, lembaga itu yang akan memberantas “kucing garong” diluar lembaga itu, yang akan memberantas “penyakit” Negara.
Namun, kenyataan berbicara lain, Ketua KPK Antasari Azhar (AA) kini statusnya sudah menjadi tersangka di balik pembuhan Nasrudin Zulkarnain. Akibatnya, ketua KPK harus diambil alih empat wakil ketua. Bahkan dinonaktifkan dan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dilembaga tersebut.
Tentus saja, kita tidak mau intervensi keterlibatan atau tidak ketua KPK atas meninggalnya direktur PT Putra Rajawali (PRB) pada 14 Maret 2009. Pasalnya, sekali lagi, kebenaran berada ditangan yang Maha Kuasa. Sementara, dalam konteks ini, kebenaran berada ditangan polisi dan hakim, tentu saja keduanya berdasar data yang mereka dapatkan. Dari itu, sepunuhnya milik mereka. Apakah Antasari menjadi benar atau salah sehingga harus menanggung akibatnya, kita tunggu proses hukum yang sedang berjalan.
Justru yang menjadi kerisauan kita sebagai bangsa Indonesia yang baik, timbul pertanyaan sederhana, kok bisa orang nomor satu dilingkungan pembasmi korupsi tercium kasus pembunuhan? Jujur saja, pertanyaan-pertanyaan itu selalu mengiang keseharian penulis, mungkin juga anda. Kemudian, penulis teringat dengan pepatah orang Madura yang mengatakan : Ta’kera bedheh okos mon tadhe’ apoyah [tidak mungkin ada asap jika tidak ada api].
Terlepas dari salah dan benar kasus tersebut, jelas nama baik KPK tetap tercoreng. Yang terlihat bukan hanya lembaganya, tetapi juga jabatan Antasari yang berada diposisi strategis mengapa berada dalam daftar kasus itu.
Jika Indonesian Corruption Watch (ICW) meminta KPK tidak terpengaruh dengan kasus yang membelit Antasari, yang jelas nama baik Indonesia sebagai Negara yang terus memberantas persoalan korupsi, tetap tercoreng. Pasalnya, Antasari tetap orang nomor satu dilingkungan KPK. KPK dan Antasari tidak bisa dipisahkan. Antasari Ketua, KPK lembaganya. Jika Antasari dipecat, masih tetap dikatakan manta ketua KPK. Sehingga secara emosional sulit untuk diceraikan.
Seharusnya, perbaikilah diri sendiri terlebih dahulu sebelum memperbaiki orang lain. Lebih luas, perbaiki institusi sendiri terlebih dahulu sebelum mengamati dan memperbaiki institusi lain. Itulah mungkin makna penting dari ibda’binafsik. Wallahu A’lam
Hanya Allah SWT. yang mengetahui yang benar dan yang salah. Tidak ada kebenaran hakiki pada keputusan manusia. Semua nisbi. Karena manusia hanya berdasar pada data atau tumpukan kertas yang ada dihadapan mata untuk membenarkan. atau berdasar pada kesepakatan bersama sehingga sesuatu menjadi benar.
Kendati demikian, data dan tumpukan kertas juga masih dibuat oleh manusia. Sebagai manusia, tentu saja juga bisa merubah isi dalam kertas yang disebut data dan fakta itu. Pada gilirannya, tidak ada data yang benar-benar fakta karena semua bisa dirubah.
Sehingga, kebenaran bagi manusia mengikuti perputaran zaman dan waktu. Kini sesuatu bisa saja menjadi kebenaran bersama, tetapi di lain waktu jika ditemukan kebenaran yang baru, maka kebenaran lama tidak lagi menjadi benar. Dulu, system kerajaan dengan rakyat membungkuk dihadapan sang raja, adalah sesuatu yang benar. Tetapi jika saat ini ada orang membungkuk dihadapan orang, menjadi lucu.
Sama halnya dengan hukum, kebenaran dalam hukum Negara juga sering kali demikian. Misalnya, kali ini divonis salah, tetapi esok hari bisa jadi vonis itu tidak benar, kebenaran pun berubah. Bahkan, kesalahan yang disampaikan secara terorganisir dan berulang-ulang menjadi kebenaran bersama. Sebaliknya, kebenaran yang tidak terorganisir akan menjadi kesalahan yang tidak bisa diterima semua golongan.
Begitulah perjalan kehidupan manusia yang tidak menentu. Sering kali mencari kebenaran dan pembenaran dari pihak lain. Namun, apapun alasannya, kita tak perlu merisaukan hal itu.
Cuma kita hanya ikut prihatin ketika wajah Indonesia tercoreng oleh mereka yang selama ini menjadi pejabat yang terkenal bersih, yakni lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga yang selama ini dianggap paling benar. Benar tidak korupsi, benar tidak terlibat dalam skandal-skandal apapun. Tetapi, kebenaran itu berubah. Faktanya, orang nomor satu dilembaga itu tersangkut kasut memalukan. Padahal, dari sisi nama, lembaga itu harus benar-benar bersih dari hal-hal yang berbau ketidakbenaran atau dari hal-hal negative atau sesuatu yang akan menimbulkan kesan negative. Pasalnya, lembaga itu yang akan memberantas “kucing garong” diluar lembaga itu, yang akan memberantas “penyakit” Negara.
Namun, kenyataan berbicara lain, Ketua KPK Antasari Azhar (AA) kini statusnya sudah menjadi tersangka di balik pembuhan Nasrudin Zulkarnain. Akibatnya, ketua KPK harus diambil alih empat wakil ketua. Bahkan dinonaktifkan dan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dilembaga tersebut.
Tentus saja, kita tidak mau intervensi keterlibatan atau tidak ketua KPK atas meninggalnya direktur PT Putra Rajawali (PRB) pada 14 Maret 2009. Pasalnya, sekali lagi, kebenaran berada ditangan yang Maha Kuasa. Sementara, dalam konteks ini, kebenaran berada ditangan polisi dan hakim, tentu saja keduanya berdasar data yang mereka dapatkan. Dari itu, sepunuhnya milik mereka. Apakah Antasari menjadi benar atau salah sehingga harus menanggung akibatnya, kita tunggu proses hukum yang sedang berjalan.
Justru yang menjadi kerisauan kita sebagai bangsa Indonesia yang baik, timbul pertanyaan sederhana, kok bisa orang nomor satu dilingkungan pembasmi korupsi tercium kasus pembunuhan? Jujur saja, pertanyaan-pertanyaan itu selalu mengiang keseharian penulis, mungkin juga anda. Kemudian, penulis teringat dengan pepatah orang Madura yang mengatakan : Ta’kera bedheh okos mon tadhe’ apoyah [tidak mungkin ada asap jika tidak ada api].
Terlepas dari salah dan benar kasus tersebut, jelas nama baik KPK tetap tercoreng. Yang terlihat bukan hanya lembaganya, tetapi juga jabatan Antasari yang berada diposisi strategis mengapa berada dalam daftar kasus itu.
Jika Indonesian Corruption Watch (ICW) meminta KPK tidak terpengaruh dengan kasus yang membelit Antasari, yang jelas nama baik Indonesia sebagai Negara yang terus memberantas persoalan korupsi, tetap tercoreng. Pasalnya, Antasari tetap orang nomor satu dilingkungan KPK. KPK dan Antasari tidak bisa dipisahkan. Antasari Ketua, KPK lembaganya. Jika Antasari dipecat, masih tetap dikatakan manta ketua KPK. Sehingga secara emosional sulit untuk diceraikan.
Seharusnya, perbaikilah diri sendiri terlebih dahulu sebelum memperbaiki orang lain. Lebih luas, perbaiki institusi sendiri terlebih dahulu sebelum mengamati dan memperbaiki institusi lain. Itulah mungkin makna penting dari ibda’binafsik. Wallahu A’lam
KOMENTAR