body { font: normal normal 12px 'Roboto', sans-serif; color: #000000; background: #FFF none repeat scroll top left; } .header-button { display: block; height: 60px; line-height: 60px; background: #010048; }

Ketika Sang Pahlawan Pergi Saya sangat ingat perjuangan sang nenek, ketika saya masih berada di Pondok Pesantren Annuqayah , Guluk-Guluk, ...

Ketika Sang Pahlawan Pergi

Saya sangat ingat perjuangan sang nenek, ketika saya masih berada di Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur beberapa tahun silam. Perjuangan nenek sungguh sangat luar biasa untuk cucunya demi kesuksesan menimba ilmu di lembaga pendidikan pesantren.

Meski kondisi perekonomian keluarga tidak stabil, nenek bersama kakek tetap semangat memperjuangkan cucunya untuk bisa menyelesaikan pendidikan di pesantren. Maklum, keluarga memang tidak memiliki penghasilan lain kecuali dari hasil cocok tanam/tani. ”Saya tidak punya harta untuk diwariskan nak, kecuali ilmu bermanfaat yang bisa saya berikan, tentu dengan cara mencari sendiri dengan,” kata nenekku suatu ketika sambil berlinang air mata.

Saya sejak kecil hingga dewasa, harus 'memasrahkan' hidup kepada kakek dan nenek. Keduanya menjadi tumpuan hidup saya. Tumpuan pengaduan nasib dan penentuan masa depan saya. Sebab, sejak kecil saya bersama adik yang kini telah mempunyai dua anak, ditinggal oleh orang tua kandung karena keduanya lebih dahulu pergi menghadap Ilahi Robbi, sehingga, saya hanya bisa berdoa Allahumagh li dzunubiy waliwa lidayya warhamhuma kama robbani shoghiro.

Ibu saya meninggal dunia, ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar dan masih belum tahu dan mengerti apapun. Sedangkan Bapak, menghembuskan nafas terakhir ketika saya baru lulus dari bangku Madrasah Aliyah di Ponpes Annuqayah. Kala itu, adik perempuan sudah menikah tapi masih belum dikaruniai keturunan.

Setelah kedua orang tua sudah tidak bisa berkumpul lagi, tetek bengik persoalan dan kebutuhan hidup hanya bisa mengadu kepada kakek dan nenek. Bahkan, terkadang saya marah dan tersenyum hanya dipasrahkan kepada kakek dan nenek. Ketika saya lapar, hanya bisa mengadu kepada nenek. Saat butuh uang, terpaksa harus menyerahkan segala kebutuhan kepada kakek. Ya Allah, sungguh luar biasa perjuangmu. Cucumu masih belum mampu membalas jerih payahmu. Semoga Allah akan memberikan balasan terbaik buat sang nenek. Semoga kasih sayang-Nya akan bersama nenek sehingga bisa mendapatkan ketentraman di alam-Nya. Amin Allahumman Amin.

Suatu ketika, saat saya masih berada di pesantren, pulang kerumah karena kangen dan kiriman habis. Jarak dari rumah ke pesantren berkisar 35 kilo meter. Jika tidak ada kendaraan, saya sering harus jalan kaki untuk sampai kerumah atau untuk kembali ke pondok. Kali ini, saya pulang, namun ketika akan kembali ke pesantren, Masya Allah, nenek saya tidak memiliki uang sama sekali. Saya melihat nenek sangat sedih karena tidak ada uang untuk diberikan kepada saya yang akan kembali ke pesantren.

Dengan mata kepala, saya melihat air mata beliau mengalir tanpa terasa. Namun, linangan air mata ituterus mengobarkan semangatnya untuk berusaha dan berusah. Meski kondisi hujan lebat, waktu musim penghujan, sang nenek tetap pergi keliling kerumah tetangga, mencari pinjaman uang.

Sambil menangis dan basah kuyup, dia tetap berusaha agar bisa mendapatkan uang sebagai sango saya yang akan kembali kepondok. Setelah sekian lama, akhirnya dia memberikan uang Rp 30 ribu. "Ini nak uang hasil pinjam, sabar ya meski sedikit. Semoga akan memperoleh ilmu yang bermanfaat," kata nenek sambil saya cium tangannya.

Namun, kini sudah tidak ada lagi nenek yang selalu memberikan wejengan kepada cucunya. Tidak ada lagi yang akan memarahi saya. Tidak ada lagi nenek yang selalu menasehati saya. Tutur katanya yang kadang kasar, kadang pula lembut, sudah tidak ada. Semua itu sudah tiada. Tidak ada lagi nenek yang akan mengomeli saya.

Pada Kamis, 17 Mei 2012 M / 25 Rajab 1433 H, Siti Aisyah,
nenekku pergi untuk selamanya. Ia menghadap Ilahi. Nenek pergi setelah berjuang melawan penyakit kurang lebih selama lima tahun. Dokter dan dukun sudah tidak mampu mengobati.

Ya Allah, saya masih belum sempat mengabdi kepada nenek. Saya masih belum bisa memberikan yang terbaik buat nenek. Nenek, semoga kau akan tenang disisi-Nya. Semoga segala dosamu akan selalu diampuni oleh Allah SWT. Selamat jalan wahai nenekku, selamat jalan wahai pahlawanku. Maafkanlah cucunya yang masih belum bisa balas budi ini. Nenek, engkaulah pahlawanku.



KOMENTAR

banner Selamat Datang di busritoha.blogspot.com semoga bermanfaat
Nama

ARTIKEL,13,Catatan Harian,10,Cerita,6,JENDELA,33,lucu,3,News,11,OPINI,34,
ltr
item
Busri Toha
Busri Toha
https://busritoha.blogspot.com/2012/06/ketika-sang-pahlawan-pergi-saya-sangat.html
https://busritoha.blogspot.com/
http://busritoha.blogspot.com/
http://busritoha.blogspot.com/2012/06/ketika-sang-pahlawan-pergi-saya-sangat.html
true
8564605806601913725
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Selengkapnya Balas Cancel reply Hapus Oleh Beranda Halaman Postingan View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE CARI ALL POSTS Not found any post match with your request KEMBALI KE BERANDA Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jum'at Sabtu Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy