TANGGAL 1 Muharram 1435 H, baru kemarin dilalui. Bulan hijriah diawali peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, ...
TANGGAL 1 Muharram 1435 H, baru kemarin dilalui. Bulan
hijriah diawali peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah,
pada tahun 622 M. Menjadi awal kalender Islam. Begitulah kira-kira arti secara
makani, arti dari pada hijrah. Berpindah fisik dari tempat yang kurang baik
pada lokasi dan kondisi yang lebih baik.
Berkaca
pada Indonesia, kekayaan alam Indonesia raya ini merupakan anugerah dari yang
Maha Kuasa. Kata Emha Ainun Nadjib, Surga seakan-akan pernah bocor mencipratkan
kekayaan dan keindahannya, dan cipratan keindahan itu bernama Indonesia Raya.
Kau
bisa tanam benih kesejahteraan apa saja di atas kesuburan tanahnya yang tidak
terkirakan, ditengah hijau bumi kepulauan yang bergandeng-gandeng mesra. Tapi
kita terlanjur tidak mensyukuri rahmat sepenggal surga ini, kita mengacuhkan anugerah
Tuhan dengan menanam ketidakadilan
dan panen-panen kerakusan.
Sungguh
luar biasa, Indonesia adalah negara terkaya, apapun bisa ditanam di Indonesia
untuk membangkitkan ekonomi masyarakat. Pendidikan berkualitas seharusnya sudah
dinikmati seluruh rakyat Indonesia.
Saya
tidak ingin mengatakan bahwa Indonesia adalah negara terkaya dengan penduduk
termiskin di dunia. Sama sekali tidak. Karena saya tidak melakukan riset dan
tidak ada data. Cuma, begitulah kenyataan yang saya lihat dan amati di alam
Indonesia, dibeberapa propinsi yang saya tapaki. Kita terlanjur mengabaikan
sepenggal surga itu.
Media
massa pun tidak pernah bosan memberitakan kasus korupsi yang menimpa pada
pejabat, abdi negara. Pejabat terseret dalam kasus korupsi, itu bukan musibah tiba-tiba,
tetapi memang menarik, mencari musibah. Mereka bukan tidak tahu bahwa itu
adalah haram. Persoalan infrastruktur, pendidikan, kesehatan dll. Itulah
barangkali, kata Emha, bercocok tanam ketidakadilan dan panen-panen kerakusan.
Bangasa
ini, tidak perlu diajari bahwa sogok menyogok adalah haram dan dosa. Islam
mengajarkan bahwa orang yang menyogok dan yang disogok akan menjerit di neraka
jahanam. Mereka sudah tahu hukum itu semua. Undang-Undang negara yang selaras
dengan Islam, mereka sudah mengerti dan memahami.
Melebur Kerakusan
Melebur kerakusan bukan perkara mudah. Sebab, mental
pejabat sudah terpupuk dan bukan lagi diniatkan untuk membantu umat, tapi justru
menghiati rakyat. Pejabat sudah tereduksi maknanya, menjadi sekedar pekerja yang harus
diupah. Sehingga tidak sedikit yang rela bayar puluhan hingga ratusan juta
hanya agar lolos menjadi PNS. Saya tidak punya data, namun isu yang berkembang
memang begitu. Saya pernah berminat jadi PNS, tapi bukan ditawari bagaimana
menjawab soal dengan baik tetapi diminta uang harus bayar puluhan juta dengan
jaminan lulus.
Niatan tidak tulus begitu, sudah jauh dari hakikat
seorang pejabat. Mental korupsi pasti sulit dihilangkan karena sedari awal
sudah melalui cara tidak apik dan mencederai moralitas agama, bangsa, dan
Negara. Mungkin saja, kita masih ingat dengan Umar bin Abdul Aziz ketika didakwa
sebagai khalifah. Beliau bukan bersyukur menerima jabatan baru itu, tetapi
malah mengucapkan Inna lillahi wa Inna ilaihi raji’uun. Baginya, tahta adalah musibah. Tahta adalah
amanat yang berat karena ada tanggung jawab moral dan dipertanggung jawabkan
dihadapan Tuhan.
Untuk menghilangkan mental korup, memang tidak perlu
meniru semua pola yang dilakukan Umar itu. Beliau terlalu sempurna di zaman
ini. Namun, dengan berpakaian sederhana dan apa adanya, adalah bagian dari cara
agar mental korup lambat laun memudar dan akhirnya hilang dan sirna. Menanggalkan
jas yang super mahal itu, dan menjunjung tinggi kesederhanaan. Sebab, perubahan
bukan terlahir begitu saja, tapi diupayakan dari hal terkecil, kesederhanaan.
Tak perlu seideal Umar. Kalaupun dipaksa, tidak ada
jaminan pejabat Negara yang korup segera sadar. Sebab, mental pejabat adalah
mental pekerja. Bekerja demi menumpuk kekayaan. Sangat sulit. Sekarang yang
bisa dilakukan, langkah awal, cukup merasa bahwa Indonesia adalah milik kita
sendiri. Rasa memiliki yang lemah akan akan menjadi duri dalam daging. Rusaknya
negeri ini, rusaknya moralitas bangsa. Tumbuhnya kerakusan karena rasa memiliki
terhadap negeri ini lemah. Rasa memiliki bahwa Indonesia adalah milik kita
semua. Bukan hanya milik segelintir orang dan yang lain dianggap ngontrak dan
harus bayar upeti.
*****
Akhirnya, dalam momentum 1 Muharram ini, tidak ada salahnya
kita memulai dengan sesuatu yang baru. Belajar mensyukuri kekayaan bernama
Indonesia. Tanam keadilan agar tumbuh keseimbangan dan tanpa pertengkaran.
Tanam benih-benih kesejahteraan agar memperoleh kedamaian komunal.
Barangkali menjadi penting kita mengingat bahwa tanpa korupsi
hidup ini akan lebih tenang dan lebih baik. Menumpuk kekayaan diri atau
golongan toh pada akhirnya tidak akan dibawa mati. Di dalam kubur kita tidak
ditanyakan seberapa banyak kekayaan yang kita miliki. Kekayaan hasil korupsi
tidak akan pernah mendatangkan ketenangan.
Momentum 1 Muharram, Hijrah dari mental mencuri, korupsi.
Dari dzalim menjadi alami. Dari sombong menjadi rendah hati dan mengabdi pada Ilahi.
Kesombongan adalah jubah kebesaran Allah. Kita tak berhak sombong, bukan jati
diri seorang hamba untuk berkuasa dan mengeruk keuntungan. Karena kita hanyalah
setetes mani. Secuil debu. Bukan begitu? Selamat Tahun Baru Islam 1435 H. (*)
BUSRI TOHA
KOMENTAR