body { font: normal normal 12px 'Roboto', sans-serif; color: #000000; background: #FFF none repeat scroll top left; } .header-button { display: block; height: 60px; line-height: 60px; background: #010048; }

Haji Knalpot

JUDUL itu, terinspirasi dari laporan berita ’ Estetika Dibalik Dhemar Korong ’ hasil liputan wartawan Suara Madura (SM), Ach Qusyairi Nuru...


JUDUL itu, terinspirasi dari laporan berita ’Estetika Dibalik Dhemar Korong’ hasil liputan wartawan Suara Madura (SM), Ach Qusyairi Nurullah. Ketika bulan haji, dalam berita itu, saat sanak famili datang dari tanah Suci Makkah, menjadi wajib menyambut dengan lampion. Tak heran jika warga menilai musim Dhemar Korong.
Di salah satu film di Indonesia, juga muncul judul ’Tukang Bubur Naik Haji’. Judul-judul begitu membuat saya menjadi tertarik untuk membuat tulisan tentang tradisi jamaah haji terutama di Madura. Apalagi, di Madura, memiliki tradisi berbeda-beda di masing-masing daerah dalam menyambut jemaah haji.
Suatu ketika saya pergi ke Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Saya pergi ke rumah saudara saya yang telah menetap puluhan tahun. Di daerah tersebut, mayoritas penduduk adalah pendatang dari Jawa dan Madura. Meski bukan penduduk mayoritas, tapi orang Madura selalu ada pada setiap kampung di wilayah yang jalan desanya juga banyak tak beraspal itu.
Kepergian saya ke daerah tambang Batu Bara itu karena ingin menyambut kedatangan paman saya yang baru saja menunaikan ibadah haji di tanah suci Makkah, rukun Islam ke lima. Namun, menariknya, saya tidak menemukan penyambutan luar biasa seperti di Madura.
Saat keluarga tiba dari tanah suci Makkah, tidak ada istilah penyambutan dengan Dhemar Korong, tradisi hasil asimilasi China-Madura itu. Mereka menyambutnya dengan biasa saja, tak harus ada sound system, konvoi kendaraai roda dua, dan suara petasan. Padahal, disana sama-sama orang Madura tapi tak menerapkan tradisi yang nyaris riya’ itu.
Berbeda dengan Madura, saat saya pulang ke rumah di Sumenep dari tempat kerja di Sampang, ketika musim haji seperti sekarang sudah menjadi tradisi akan banyak kendaraan roda dua menumpuk dipinggir jalan. Kadang saya bertanya, ada apa, mereka menjawab bahwa menyambut kedatangan jamaah haji. Mereka menyambutnya dengan konvoi dengan suara knalpot kendaraan senyaring-nyaringnya nyaris membengkakkan telinga.
Ketika malam hari, lampion-lampion itu, hampir menyamai bintang bertebaran. Suara petasan yang dilarang itu sudah terbiasa bunyi hingga hari ke tujuh. Mereka menyambutnya untuk menghormati jamaah haji yang baru datang dari Makkah karena diyakini diantar oleh 41 Malaikat. Malaikat dan jamaah haji disambut dengan petasan, konvoi dan lampion?
Saya tidak akan melarang mereka. Itulah hak mereka untuk berkreasi menyambut kedatangan jamaah haji. Namun, huru-hara itu tak ubahnya dengan pamer diri. Esensi haji sebagai penyempurna ibadah hampir berubah sebagai sarana rekreasi ke tempat bersejarah Makkah.
Islam tidak melarang mensyukuri nikmat atas kemampuan menunaikan Ibadah haji. Namun, jika bentuk syukur terlalu berlebihan, jika tradisi menyambut jamaah haji dengan knalpot, konvoi, itu sama halnya dengan riya’, membanggakan diri tanpa mau memahami kondisi orang lain.
Konvoi, pertama, sangat menganggu terhadap lalu lintas kendaraan di jalan raya. Tak jarang akibat konvoi menyambut jamaah haji membuat kemacetan ditengah jalan. Pengendara lain, pejalan kaki, harus minggir ke pinggir jalan saat ada konvoi. Kendua, konvoi itu dengan suara knalpot nyaring, membuat tetangga disekitar mengeluh, berisik, mengusik.
Penyambutan jamaah haji dengan begitu tentu jauh dari esensi haji. Padahal, ketika Ihram sudah digambarkan tentang hidup sederhana. Saat ihram, semua pakaian harus dilepaskan dan ditinggalkan dan diganti dengan sehelai kain putih yang sangat sederhana. Pakaian Ihram simbol ketaqwaan. Sehelai kain putih itu, terdiri dari kain katun tak dijahit dan salah satunya harus dililitkan ke pinggang, mencapai kebawah lutut, sedang yang lain disandangkan bebas pada pundak dan kepala dibiarkan tidak tertutup.
Lalu, sesuaikah, sinergikah kesucian dan penyambutan jamaah haji dengan tradisi itu? Semoga nanti tidak akan ada lagi istilah baru, Musim Haji Dhemar Korong, Musim Haji Petasan atau Musim Haji Knalpot. (*)
BUSRI TOHA


KOMENTAR

banner Selamat Datang di busritoha.blogspot.com semoga bermanfaat
Nama

ARTIKEL,13,Catatan Harian,10,Cerita,6,JENDELA,33,lucu,3,News,11,OPINI,34,
ltr
item
Busri Toha: Haji Knalpot
Haji Knalpot
Busri Toha
http://busritoha.blogspot.com/2014/02/haji-knalpot.html
http://busritoha.blogspot.com/
http://busritoha.blogspot.com/
http://busritoha.blogspot.com/2014/02/haji-knalpot.html
true
8564605806601913725
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Selengkapnya Balas Cancel reply Hapus Oleh Beranda Halaman Postingan View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE CARI ALL POSTS Not found any post match with your request KEMBALI KE BERANDA Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jum'at Sabtu Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy