Dermaga, lokasinya tepat berada di Desa Branta Pesisir Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan, Madura. Tempat itu, indah dan menyenangkan. T...
Dermaga, lokasinya tepat berada di Desa Branta Pesisir Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan, Madura. Tempat itu, indah dan menyenangkan. Tetapi, sebelum memasuki dermaga, para pengunjung disuguhi arus lalulintas (jalur propinsi Madura-Surabaya) yang terkadang membisingkan telinga.
Ketika pagi hari, banyak warga sekitar dan orang luar daerah datang untuk menikmati terbitnya matahari dari dermaga. Mereka duduk ditepi dermaga. Mereka santai sambil menikmati gelombak ombak yang tenang. Bahkan, banyak warga yang sangaja mandi membasahkan badan mereka. Sebab, meski dikenal dengan air laut yang asin, di dermaga itu ketika pagi hari menjadi air tawar. Itu mungkin termasuk kelebihan dermaga yang tidak ada pada lokasi lain.
Begitu pula saat matahari menjelang terbenam. Para muda-mudi banyak yang datang menikmati indahnya pemandangan di dermaga. Sebagian dari mereka ada yang bergandengan tangan. Tapi tak sedikit juga yang hanya berangkat sendirian. Intinya, mereka benar-benar menikmati lokasi tersebut.
Para pecinta mancing, terkadang datang dari jauh-jauh hanya ingin mendapatkan ikan dari dermaga itu. Sebenarnya, yang paling penting bagi mereka (pemancing), bukan hanya sekedar ikan. Tetapi, dapat menikmati indahnya dermaga dengan memancing. Ada nilai seni yang terkandung didalamnya. Tak heran, setiap hari dilokasi tersebut cukp ramai. Bahkan, terkadang hingga pukul 23:00, masih saja banyak orang yang berjejer di dermaga itu. Ada yang hanya duduk santai, sebagian yang lain terlihat enjoy dengan kailnya.
Tepat pada jam 17: 30 hari Jumat tanggal 18 Juni 2010, rupanya dermaga itu tidak menjadi indah lagi. Bukan karena lokasi itu hancur atau karena ambruk diterjang badai. Bukan pula karena sepi pengunjung. Namun, karena terjadi badai batin yang terjadi pada salah satu pasangan hamba Tuhan yang sedang berkunjung di lokasi itu.
Waktu itu, sepasang kekasih datang ke dermaga. Mungkin orang-orang yang ada di dermaga mengira bahwa, dua pasangan serasi itu akan memadu kasih dan melepas rindu. Sebab, saat datang pertama kali, dia tersenyum seakan mesra. Tetapi, di mata si perempuan itu terlihat noda pahit.
Mereka berdua membawa kendaraan masing-masing. Si laki-laki datang duluan. Selang 30 menit kemudian, disusul si cewek. Setelah memarkir spedanya, keduanya duduk. Mereka berbincang-bincang santai meski menyimpan beban yang begitu berat.
Perempuan itu memulai perbincangan. Dia menceritakan jika baru datang mengantarkan teman akrabnya kerumahnya yang tidak jauh dari lokasi itu. Ia lalu memulai, jika keduanya masih baru berhubungan alias pacaran. ”Kita baru satu minggu menjalin hubungan, tetapi mengapa kau telah berani mengatur-mengatur hidupku,” seru si perempuan itu.
Menurut si wanita itu, perubahan pada diri seseorang tidak dapat dilakukan semudah membalikkan telapak tangan. Butuh proses dan perjuangan yang cukup panjang. Dia mengaku, dengan memakai krudung saja sudah beruntung. Entah sampai kapan kerudung itu akan dilepas atau bosen. Mungkinkah setelah cinta tiada?
Mendengar perkataan itu, si laki-laki hanya terdiam dan kaget. Dia berusaha tetap tenang dan tegar menghadapi kenyataan. Dia terus berusaha menghiburnya dan menghibur diri. Namun, dengan ketus dan kejamnya, si perempuan berpura-pura ada temannya yang menelpon. Sehingga, dengan cepat kilat dan bermuka sinis, ia menaiki spedanya dengan alasan terburu-buru.
Laki-laki itu rupanya tak mampu berkata-kata apa-apa. Dia hanya berkata ”Mengapa kau berubah begitu derastis,”. Tetapi, perkataan itu tidak dihiraukannya. Dengan cepat, si perempuan itu menaiki roda duanya. Sebelum menancapkan gas, dia masih sempat berkata : ”aku mencintai dan menyayangimu. Jika bisa, mulai sekarang hapus nomor handphone (HP)-ku,” katanya sambil berlalu tanpa rasa peduli.
Mendengar perkataan itu, pria itu menangis se jadi-jadinya. Dia berteriak dengan lantang seakan meluapkan sakit hati itu pada lautan luas. Tetapi lautan itu hanya terdiam dan tak menghiraukan. Pria itu seakan tak punya tempat mengadu. Lalu, pria itu berkata : ternyata benar dugaanku selama ini, bahwa kau adalah perempuan yang mudah ”membunuh” dan ”mencincang” laki-laki, bahkan dengan sangat gampang kau ”memutilasi” kaum adam.
Entah apa yang terjadi, laki-laki itu, seakan mau melompat ke tengah lautan luas untuk melepaskan sakit hatinya. Dia melirik kanan-kanan kiri seakan mau mengadu nasib. Tetapi, semua tiada. Namun beruntung, dia teringat dengan pesan ketika dia tinggal di pesantren tiga tahun lalu bahwa bunuh diri haram hukumnya. Lalu, pria itu mengurungkan niat buruknya untuk melompat.
Usai menangis, pria itu lalu pergi dengan lesu. Mukanya begitu jelas terlihat lelah tak berdaya. Matanya memerah, pertanda menangis. Laki-laki itu bukan cengeng, tetapi benar-benar jatuh tertimpa tangga. Hanya Allah yang mengetahui apa yang benar-benar terjadi. ”Janganlah kau berputus asa terhadap rahmat Allah,”.
Sebelum meninggalkan dermaga itu, dia berkata : ternyata di balik senyum manis perempuan itu tersimpan sifat kejam dan pendendam. Wallahu A’lam
Ketika pagi hari, banyak warga sekitar dan orang luar daerah datang untuk menikmati terbitnya matahari dari dermaga. Mereka duduk ditepi dermaga. Mereka santai sambil menikmati gelombak ombak yang tenang. Bahkan, banyak warga yang sangaja mandi membasahkan badan mereka. Sebab, meski dikenal dengan air laut yang asin, di dermaga itu ketika pagi hari menjadi air tawar. Itu mungkin termasuk kelebihan dermaga yang tidak ada pada lokasi lain.
Begitu pula saat matahari menjelang terbenam. Para muda-mudi banyak yang datang menikmati indahnya pemandangan di dermaga. Sebagian dari mereka ada yang bergandengan tangan. Tapi tak sedikit juga yang hanya berangkat sendirian. Intinya, mereka benar-benar menikmati lokasi tersebut.
Para pecinta mancing, terkadang datang dari jauh-jauh hanya ingin mendapatkan ikan dari dermaga itu. Sebenarnya, yang paling penting bagi mereka (pemancing), bukan hanya sekedar ikan. Tetapi, dapat menikmati indahnya dermaga dengan memancing. Ada nilai seni yang terkandung didalamnya. Tak heran, setiap hari dilokasi tersebut cukp ramai. Bahkan, terkadang hingga pukul 23:00, masih saja banyak orang yang berjejer di dermaga itu. Ada yang hanya duduk santai, sebagian yang lain terlihat enjoy dengan kailnya.
Tepat pada jam 17: 30 hari Jumat tanggal 18 Juni 2010, rupanya dermaga itu tidak menjadi indah lagi. Bukan karena lokasi itu hancur atau karena ambruk diterjang badai. Bukan pula karena sepi pengunjung. Namun, karena terjadi badai batin yang terjadi pada salah satu pasangan hamba Tuhan yang sedang berkunjung di lokasi itu.
Waktu itu, sepasang kekasih datang ke dermaga. Mungkin orang-orang yang ada di dermaga mengira bahwa, dua pasangan serasi itu akan memadu kasih dan melepas rindu. Sebab, saat datang pertama kali, dia tersenyum seakan mesra. Tetapi, di mata si perempuan itu terlihat noda pahit.
Mereka berdua membawa kendaraan masing-masing. Si laki-laki datang duluan. Selang 30 menit kemudian, disusul si cewek. Setelah memarkir spedanya, keduanya duduk. Mereka berbincang-bincang santai meski menyimpan beban yang begitu berat.
Perempuan itu memulai perbincangan. Dia menceritakan jika baru datang mengantarkan teman akrabnya kerumahnya yang tidak jauh dari lokasi itu. Ia lalu memulai, jika keduanya masih baru berhubungan alias pacaran. ”Kita baru satu minggu menjalin hubungan, tetapi mengapa kau telah berani mengatur-mengatur hidupku,” seru si perempuan itu.
Menurut si wanita itu, perubahan pada diri seseorang tidak dapat dilakukan semudah membalikkan telapak tangan. Butuh proses dan perjuangan yang cukup panjang. Dia mengaku, dengan memakai krudung saja sudah beruntung. Entah sampai kapan kerudung itu akan dilepas atau bosen. Mungkinkah setelah cinta tiada?
Mendengar perkataan itu, si laki-laki hanya terdiam dan kaget. Dia berusaha tetap tenang dan tegar menghadapi kenyataan. Dia terus berusaha menghiburnya dan menghibur diri. Namun, dengan ketus dan kejamnya, si perempuan berpura-pura ada temannya yang menelpon. Sehingga, dengan cepat kilat dan bermuka sinis, ia menaiki spedanya dengan alasan terburu-buru.
Laki-laki itu rupanya tak mampu berkata-kata apa-apa. Dia hanya berkata ”Mengapa kau berubah begitu derastis,”. Tetapi, perkataan itu tidak dihiraukannya. Dengan cepat, si perempuan itu menaiki roda duanya. Sebelum menancapkan gas, dia masih sempat berkata : ”aku mencintai dan menyayangimu. Jika bisa, mulai sekarang hapus nomor handphone (HP)-ku,” katanya sambil berlalu tanpa rasa peduli.
Mendengar perkataan itu, pria itu menangis se jadi-jadinya. Dia berteriak dengan lantang seakan meluapkan sakit hati itu pada lautan luas. Tetapi lautan itu hanya terdiam dan tak menghiraukan. Pria itu seakan tak punya tempat mengadu. Lalu, pria itu berkata : ternyata benar dugaanku selama ini, bahwa kau adalah perempuan yang mudah ”membunuh” dan ”mencincang” laki-laki, bahkan dengan sangat gampang kau ”memutilasi” kaum adam.
Entah apa yang terjadi, laki-laki itu, seakan mau melompat ke tengah lautan luas untuk melepaskan sakit hatinya. Dia melirik kanan-kanan kiri seakan mau mengadu nasib. Tetapi, semua tiada. Namun beruntung, dia teringat dengan pesan ketika dia tinggal di pesantren tiga tahun lalu bahwa bunuh diri haram hukumnya. Lalu, pria itu mengurungkan niat buruknya untuk melompat.
Usai menangis, pria itu lalu pergi dengan lesu. Mukanya begitu jelas terlihat lelah tak berdaya. Matanya memerah, pertanda menangis. Laki-laki itu bukan cengeng, tetapi benar-benar jatuh tertimpa tangga. Hanya Allah yang mengetahui apa yang benar-benar terjadi. ”Janganlah kau berputus asa terhadap rahmat Allah,”.
Sebelum meninggalkan dermaga itu, dia berkata : ternyata di balik senyum manis perempuan itu tersimpan sifat kejam dan pendendam. Wallahu A’lam
KOMENTAR