JIKA banjir datang satu kali hingga banyak menelan korban, barangkali ujian dari Tuhan . Namun, bila datang berkali-kali dan setiap...
SAMPANG, 19 Desember 2013 |
Jika tidak mau dengan musibah itu tiba, telah dari sejak awal diantisipasi.
Tak berani bermain api jika tidak ingin terbakar. Menjauh dari awal sebelum
semua terjadi. Tetapi, ketika memang sengaja larut dalam lingkaran setan
birokrasi, maka tak bisa dielakkan petaka akan terjadi.
Banjir di Kabupaten Sampang, Madura yang setiap saat selalu terjadi, pasti
banyak merugikan, baik material, sosial dan lain-lain. Saya kadang menangis,
sedih dan terharu. Sebab, setiap musim penghujan musibah itu menyapa. Nyaris
bisa dipastikan bahwa banjir setiap tahun. Kali ini, kembali dilanda banjir.
Saya menangis kasihan kepada anak-anak yang seharusnya konsentrasi mengikuti
pelajaran, menjadi terhenti. Kegiatan pemerintahan lumpuh. Ekonomi masyarakat
terhenti. Semua berhenti memberusaha mencegah air. Membersihkan sampah yang
masuk ke rumah-rumah. Tapi sayang, banjir belum bisa menghanyutkan koroptor.
Terlalu licin barangkali.
Pemerintah daerah telah mengusahakan dengan melakukan pengerukan pada
sungai agar tak meluap saat air hujan datang. Namun, upaya itu sia-sia. Banjir
tak bisa dielakkan. Warga menjadi korban.
Bagi saya, upaya pemerintah untuk mengatasi banjir datang kembali sudah
cukup bagus. Namun, tak tepat sasaran. Pelaksana proyek yang tak menyelesaikan
pekerjaan tepat waktu, dan tak sungguh-sungguh menuntaskan dengan kualitas
baik. Pelaksana proyek yang tak melaksanakan dan menghasilkan pekerjaan
berkualitas bagus, sama halnya dengan sengaja ingin mendatangkan banjir di
Sampang. Terutama, proyek yang berkait dengan timbulnya banjir.
Saya kemudia berfikir, pelaksanaan pembangunan yang tak visioner dan hanya
mementingkan kepentingan diri, bukan publik, masyarakat yang akan menjadi
korban. Bencana banjir terjadi
akibat tingginya curah hujan, kondisi penampung sungai yang tidak mampu lagi menampung debit air, kondisi morfologi sungai
yang berkelok-kelok, serta sistem drainasi yang sudah tidak berfungsi dengan
baik.
Barangkali kita masih ingat dengan banjir besar terjadi pada tahun 1921, tahun 1991, tahun 2002 dan tahun 2013
mengakibatkan seluruh Kota Sampang dan sekitarnya terjadi genangan antara 1,5 –
5,5 m dengan debit banjir sekitar 542,12 m3/det. Kita berharap, itu tak akan kembali terjadi.
Barangkali, menjadi penting bagi pemerintah daerah kembali menanamkan rasa
kepemilikan terhadap seluruh warga, masyarakat dan pelaksana pembangunan di
Sampang. Rasa memiliki bahwa Sampang adalah tempat lahir dan tumpah darah. Sehingga
harus dirawat dan dijaga. Saya tidak ingin, semboyan Sampang sebagai kota
Bahari diplesetkan menjadi kota Banjir Setiap Hari (Bahari). Sampang harus
bebas dari banjir yang menakutkan dan mengotori. Sampang tetap dan harus
Bersih, Agamis, Harmonis, Aman Rapi, dan Indah (Bahari).
Begitulah harapan saya terhadap Sampang yang saya cinta. Namun, ketika
banjir kembali terjadi seperti sekarang ini, saya menjadi teringat pada Kaum Saba’.
Mereka hidup satu diantara empat peradaban besar yang hidup Arabia Selatan.
Kaum Saba’ diperkirakan hidup sekitar sekitar 1000-750 SM dan hancur sekitar
550 M.
Namun, dalam kejayaan mereka, telah diberi hukuman cukup berat oleh Allah.
Sebab, tidak mendengarkan peringatan Tuhan. Sudah tidak mengikuti Nabi dan
tidak percaya lagi dengan kekuatan Tuhan.
Allah SWT menjelaskan dalam al-Quran bahwa Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasan Allah) di tempat
kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan kiri (kepada mereka
dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".
Dalam al-Quran pun dilanjutkan, Tetapi
mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami
ganti kedua kebun-kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon)
yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami
memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan kami tidak
menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang
sangat kafir. (QS Saba' 15-17).
Kita semua berharap, banjir di Sampang bukanlah adzab dari Allah. Meski
kita tidak tahu terhadap apa kesalahan yang dimiliki warga. Warga Sampang bukan
kaum Saba’. Warga Sampang adalah kaum yang selalu taat beribadah dan taqwa.
Semoga ketaqwaan ini bukanlah lipstik belaka agar kita tidak sama dengan kaum
Saba’ yang diberi adzab banjir oleh Allah SWT. (*)
Madura, 19 Desember 2013
Oleh: BUSRI TOHA
KOMENTAR