KEBIASAAN b ersalaman atau berjabat tangan tak lagi tren. Seorang sahabat ketika berjumpa dengan sahabat lainnya, tidak lagi mengulurkan t...
KEBIASAAN bersalaman atau berjabat
tangan tak lagi tren. Seorang sahabat ketika berjumpa dengan sahabat lainnya,
tidak lagi mengulurkan tangan dan langsung berjabat tangan. Bahkan, seorang
anak ketika akan berangkat ke sekolah atau mengaji, bukan lagi mencium tangan
kepada kedua orang tuanya. Mereka justru melambaikan kedua tangan sambil
mengucapkan ”kiss
by”, bukan ”Assalamualaikum”.
Suatu ketika, saya pergi ke rumah salah seorang teman di
Madura. Saya memang sengaja bermalam di rumah teman. Teman saya ini, memiliki
adik yang masih kecil dan masih duduk di bangku sekolah. Setiap pagi, dia harus
berangkat ke sekolah.
Sementara, orang tuanya setiap pagi, sebelum pukul 06.00 WIB,
sudah berangkat bekerja. Semenjak teman saya ini lulus kuliah, adiknya
dipasrahkan orang tuanya agar dia yang mengurus segala kebutuhan dan persiapan
berangkat ke sekolah.
Ketika akan berangka sekolah, adiknya itu bukan langsung
berjabat tangan kepada kakaknya. Tetapi, sambil memakai sepatu di amper
rumahnya, hanya mengucapkan ”Kak, berangkat ya,” begitu kalimat yang
disampaikan.
Tradisi bersalama di keluarga teman saya ini, sudah tak lagi
diterapkan. Ketika pulang sekolah pun, tidak lagi mengucapkan salam sebagaimana
sering dianjurkan oleh guru-guru di sekolah. Padahal, kebiasaan bagus jika
dilestarikan adalah termasuk bagian dari kesopanan.
Lain lagi dengan kebiasaan anak di wilayah perkotaan.
Barangkali ini tidak merata. Mereka justru lebih mengucapkan kata-kata ”kiss
by” ”da papa dan da mama”. Bukan berjabat tangan dan mencium tangan kedua orang
tuanya. Memang, semua itu tidak salah dan tidak ada yang melarang.
Suatu ketika, saya bepergian ke suatu daerah di luar Madura.
Saya datang ke rumah kerabat saya yang telah lama tinggal di luar Madura. Dia
memiliki anak yang juga masih duduk dibangku sekolah. Menariknya, tradisi yang
pernah mereka lestarikan itu, ketika sudah berada di luar Madura, sudah musnah
(dimusnahkan). Anaknya yang masih duduk di bangku sekolah, tak lagi diajarkan
bagaimana sungkem terhadap orang tua. ”Itu kan tidak wajib. Hanya kebiasaan
saja. Yang penting anak tetap patuh terhadap orang tua,” begitu kata famili
saya itu.
Ya, tradisi itu bukanlah suatu kewajiban. Padahal tempo dulu,
waktu saya masih asyik ke sekolah. Kebiasaan itu seakan menjadi wajib dari almarhum kedua orang tua saya. Jika
tidak berjabat tangan, tidak sungkem pada orang tua, pasti akan dimarahi. Orang
tua saya berprinsip, Ridhallahi fi ridhal
wa lidain.
Konon, tempo dulu anak di Madura ketika akan berangkat ke sekolah atau keluar dari rumah untuk bepergian demi kepentingan tertentu,
selalu sungkem dengan berjabat
tangan kepada
kedua orang tuanya. Bahkan, jika akan pergi jauh, sungkem bukan hanya kepada keuda orang tua tetapi kepada guru alif atau guru ngaji yang telah mendidiknya.
Lebih ekstrim lagi, jauh hari sebelum bepergian, anak
sebelum berangkat telah memberitahukan kepada kedua orang tuannya. Tujuannya,
agar di doakan dan memperoleh ridha dari orang yang telah mengandung selama kurang lebih sembilan bulan.
Namun, kini semua itu sepertinya nyaris tiada tersisa.
Anak bukan lagi bersalaman dan sungkem kepada kedua orang tau dan guru saat
akan bepergian. Anak-anak lebih meniru kebiasaan yang ada dalam
iklan dan film di televisi.
Memang, kebiasaan tersebut bukanlah tindakan yang salah
dari seorang anak. Sama sekali tidak keliru. Tapi, alangkah lebih baik mempertahankan tradisi lama yang lebih
baik dan menghilangkan tradisi baru yang negatif.
Dalam konteks ini, sebenarnya orang tua memiliki peranan
penting untuk mengingatkan anak agar berjabat tangan kepada kedua orang tua.
Begitu pula, dalam konteks persahabatan, maka kawan yang lupa segera diingatkan
dengan langsung berjabat tangan. Kita memang sering, ketika akan berjabat
tangan, orang yang akan diajak berjabat tangan sedang tidak sadar. Baru
ditegor, dia berjabat tangan.
Berjabat tangan bisa dilakukan siapa saja. Bukan hanya orang
tua kepada anak dan anak kepada orang tua. Bukan pula hanya dalam persabahatan
tetapi dengan orang yang tak kenal sekalipun, berjabat tangan dapat dilakukan.
Saya kemudian menjadi teringat dengan sebuah hadist. Hadist
ini saya tidak hafal. Tetapi, saya pernah mendengar ketika berada di Pesantren
dulu. Akhirnya saya mencoba otak atik kembali di buku-buku dan kitab-kitab
pesanten. Ternyata, berjabat tangan merupakan anjuran dari proklamator Islam Nabi
Nuhammad SAW. ”Adalah sahabat Nabi SAW
apabila mereka bertemu, mereka saling berjabat tangan, dan apabila kembali dari
perjalanan mereka saling berangkulan.” (HR. at-Thabrani).
Bagia saya, ini menunjukkan bahwa berjabat tangan adalah
bagian dari melakukan interaksi sosial dengan orang lain. Berjabat tangan akan
semakin mempererat hubungan kita dengan orang lain. Selain itu, Allah akan
memberikan ampunan terhadap dosa-dosa orang berjabat tangan.
Rasulullah bersabda: ”Tidaklah
dua orang muslim bertemu kemudian berjabat tangan melainkan telah diampuni
dosa-dosa keduanya sebelum mereka berdua berpisah” (HR. at-Tirmidzi dan
dishahihkan oleh Al-Albany).
Konon, ketika seseorang berjabat tangan bahwa akan ada pengaruh
yang terjadi pada koneksi saraf. Hasilnya, otak akan memproduksi hormon
kebahagian yang memberikan rasa bahagia kepada kedua belah pihak. Selamat
berjabat tangan.
Oleh BUSRI TOHA
KOMENTAR