foto gambarkata.co SUATU ketika, saya memiliki seorang teman yang ditimpa musibah. Waktu itu hujan disertai angin kencang. Pohon...
foto gambarkata.co |
SUATU ketika, saya memiliki seorang teman yang ditimpa musibah. Waktu itu hujan disertai angin kencang. Pohon-pohon banyak yang tumbang. Tak jauh dari rumah teman saya ini terdapat pohon asam cukup tua dan besar.
Pada saat bersamaan, dia sedang sakit gigi, dan berencana akan membeli obat menggunakan kendaraan sepeda motor tua miliknya. Namun, berkisar perjalanan sekitar 10 meter dari halaman rumah, terdengar suara keras, braaaak. Pohon asam dekat rumahnya tumbang. Separuh rumahnya hancur. Kini dia tidak memiliki tempat tinggal utuh. Separuh rumahnya hancur.
Melihat rumahnya ambruk, teman saya langsung bersyukur. Padahal, waktu itu juga dalam kondisi sakit gigi. Pertama, dia bersyukur karena sakit gigi sehingga harus mencari obat ke toko. Andaikan tidak sakit gigi, tidak akan berusaha mencari obat ke luar rumah, dan akan tertimpa pohon asam besar. Bahkan, bisa jadi tidak akan melihat rumahnya.
Kedua, dia bersyukur karena anak-anak dan keluarga yang lain sedang tidak ada di rumah. Andaikan sedang berada di rumah, mungkin saja keluarga akan tertimpa pohon asam juga. Memang, kini dia tertimpa musibah dengan patahnya pohon asam tua di sebelah rumahnya.
Satu sisi, dia merugi dan disi lain adalah beruntung. Istilah orang Madura: Palang bedheh pojureh (musibah
tapi masih beruntung). Setiap musibah akan selalu ada hikmah dibalik
kejadian. Namun, sangat jarang di antara kita bersyukur ketika musibah
terjadi. Saya sendiri, terus terang hanya pandai berkata sabar dan
bersyukur. Namun, faktanya belum tentu sanggup menghadapi realitas
kehidupan yang jelimet ini.
Kalimat syukur sangat mudah diucapkan. Ketika orang tertimpa musibah, kita dengan mudah berkata agar bersabar dan bersabar, bersyukur dan bersyukur. Namun, ketika kita tertimpa musibah sendiri belum tentu bisa menghadapinya dengan penuh kesabaran dan rasa syukur.
Seringkali, ketika kita ditimpa musibah selalu mengumpat atau bahkan mencaci maki. Padahal, ketika menggerutu dan mengumpat, satu
musibah bisa beranak pinak. Misalnya, dalam satu keluarga tertimpa
musibah kecil karena anak terjatuh dan terluka. Namun, karena tidak bisa
bersabar akhirnya antara orang tua saling menyalahkan.
Akhirnya, pertengkaran pun tak dapat dielakkan. Bahkan, bisa berakibat hingga penceraian antara suami istri karena tidak terima. Meski, dalam konteks ini semestinya orang tua tidak perlu bertengkar. Peristiwa anak terjatuh dengan luka sedikit, adalah beruntung tidak terlalu parah.
Bagi
saya, siapapun bisa mengatakan; sabarlah, bersabarlah. Namun, tak semua
orang dapat menjalaninya. Ketika teman kita mendapatkan musibah, kita
sering berkata, bersabarlah. Tetapi, ketika kita ditimpa musibah
sendiri, sulit kita mengatakan kepada diri sendiri: bersabarlah.
Sabar,
tahan menghadapi cobaan dan tidak mudah marah, tidak gampang putus asa,
tidak lekas patah hati; tabah. Apapun yang dihadapi, ia menerima
nasibnya hidup dengan tenang. Selain itu, sabar : tenang; tidak
tergesa-gesa; tidak terburu nafsu. Dengan lain kata, segala usahanya
dijalankan penuh ketenangan. Ketika memiliki kesabaran kuat, maka rasa
syukur akan terungkap sepenuh hati.
”Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan
jika kamu mengingkari(nikmat)-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat
pedih”. (QS. Ibrahim: 7).
Saya kemudian teringat dengan sejumlah koruptor di negeri ini. Ada
ratusan kepala daerah tersangkut kasus hukum. Mulai dari kasus kecil
hingga kasus tindak pidana korupsi. Dari yang sudah di vonis hingga
masih proses. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah banyak menangkap
basah pejabat negara sedang melakukan tindak pidana haram. Tindakan KPK
sebagian menunjukkan kepada publik bahwa kondisi negara Indonesia lagi
carut marut.
Kondisi
demikian tentu mengkhawatirkan kita sebagai generasi muda. Masyarakat
kecil pasti akan menilai bahwa Indonesia adalah negera korup, apalagi
masyarakat internasional. Berpenduduk muslim terbesar di dunia, bisa
jadi juga negera korup.
Bagi
saya, tindakan KPK tersebut bukanlah untuk membuat Indonesia menjadi
curam dimata dunia internasional. Tetapi ini mengindikasikan, di negeri
yang carut marut ini, masih ada lembaga berhati cemerlang. Ketika
sejumlah lembaga hukum seperti Mahkamah Konsitusi, Kepolisian dan
lembaga lain tersandra dengan kasus menjijikkan, kasus korupsi, ternyata
masih ada generasi bangsa yang peduli dengan persoalan korupsi.
Kondisi
demikian bukan harus dijadikan modal untuk mengatakan Indonesia berada
diujung tanduk kehancuran, tetapi masih ada secercah harapan untuk
menjadi negeri seribu pulau ini akan lebih baik dan lebih indah.
Kehidupan masyarakat tentram dan satu sama lain saling membantu dalam
kebaikan. Semua harus disyukuri di tengah-tengah banyak pejabat negara
tersandung kasus.
Masyarakat
bisa penuh syukur atas penertiban para korup, dan penuh sabar untuk
menindak korupsi hingga tercerabut semua akar-akarnya.
Dan
secara sadar, sebagai sesama manusia yang memiliki kepelikan dan
kepenatan masing-masing, para pejabat atau siapapun bisa belajar cara
mensyukuri gaji pas-pasan, fasilitas pas-psan, istri atau suami yang
pas-pasan. Dan bersabar dalam menggeluti rutinitas hidup serta
keterjepitan persoalan ekonomi atau moral sekalipun. Terutama untuk
negeri ini.
Kata
Presiden Soekarno, Tuhan menciptakan bangsa untuk maju melawan
kebohongan elit atas, hanya bangsanya sendiri yang mampu merubah nasib
negerinya sendiri. (*)
OLEH BUSRI TOHA
OLEH BUSRI TOHA
KOMENTAR