”Janganlah berputus asa. Tetapi jika anda sampai berada dalam keadaan putus asa, berjuanglah terus meskipun dalam keadaan putus asa” ...
”Janganlah berputus asa. Tetapi jika anda
sampai berada dalam keadaan putus asa, berjuanglah terus meskipun dalam keadaan
putus asa”
ITULAH salah satu ungkapan Aristoteles (384 SM). Seorang filsuf Yunani itu, seakan
terus memberikan motivasi kepada kita agar tetap bersemangat dan tak berputus
asa. Dalam kondisi apapun harus tetap optimis.
Suatu ketika, saya pulang ke desa tempat
saya dilahirkan. Waktu itu, banyak siswa dan warga terutama petani berdatangan
sekedar untuk bermain ke rumah saya. Mulai dari sekedar ingin berdiskusi hingga
membicarakan persoalan pertanian yang sering kesulitan pupuk. Para petani
curhat betapa sulitnya untuk mendapatkan pupuk di desa.
Sebagai tuan rumah, tentu saja setiap
keluhan saya terima. Apapun keluhan mereka, tetap saya ajak diskusi, kadang ada
solusi sering pula tak mendapatkan solusi. Nah, dari sekian teman-teman yang
datang ke rumah saya itu, terdapat beberapa orang siswa dan mahasiswa datang
justru untuk meminjam buku bacaan kepada saya. Bukan untuk berdiskusi atau
sekedar silaturrahim.
Mereka mengaku, selama ini sulit untuk
mendapatkan buku bacaan. Jika harus pergi ke kota mengunjungi Perpustakaan
Daerah (Perpusda), rasanya tidak mungkin karena terlalu jauh. Harus
mengeluarkan banyak biaya untuk ongkos perjalanan. Jika menunggu Perpustakaan
keliling seperti yang dilakukaan Perpustakaan Daerah Sumenep, tidak mungkin
juga. Sebab desa saya terpencil. Apalagi infrastruktur jalan yang sulit
dijangkau karena rusak tak diperbaiki.
Kedatangan mereka dengan berbagai keluhan
itu, mengingatkan saya ketika masih duduk di bangku sekolah dasar dulu. Waktu
itu, setiap pagi saya pasti menyiapkan segala sesuatu untuk kepentingan
sekolah. Mulai dari seragam rapi, hingga rambut disisir dan diberi minyak
goreng, agar terlihat baru selesai mandi. Bersih.
Ketika malam hari, saya sering membaca buku
menggunakan penerang lampu teplok. Saya tidak mempersoalkan lampu penerang yang
belum ada listrik itu. Sebab, sekarang PLN sudah masuk desa saya. Tapi, 20
tahun silam itu, saya masih membaca buku-buku yang itu dibaca berulang-ulang
hingga bosan karena tidak ada buku lain yang akan dibaca.
Bukan persoalan buku yang dibaca berulang-ulang.
Tetapi, saya untuk mendapatkan buku itu sulitnya minta ampun. Saya harus
mencari sisa-sisa buku kakek saya. Untung, dari sekolah dulu masih disediakan
buku-buku bacaan yang boleh siswa pinjam.
Kini, setelah perkembangan dalam segala
bidang begitu maju, teknologi berkembang pesat, ternyata masih banyak siswa dan
bahkan mahasiswa kesulitan untuk mendapatkan buku bacaan. Bagi saya, ini apa
karena siswa atau mahasiswa yang tidak cerdas dalam mencari buku-buku bacaan
atau memang pemerataan pendidikan dari pemerintah belum berjalan maksimal? Semua
harus evaluasi.
Realitas lain, ketika saya pergi ke
sekolah-sekolah di pedesaan, masih ditemukan siswa, jangankan menggunakan
sepatu, memakai sandal saja sudah untung. Bahkan, sandal selingkuh pun mereka gunakan.
Bukan sandal selingkuh yang ngetren beberapa waktu lalu. Tapi sandal kocar-kacir
karena tak ada alas kaki lain.
Ini kemudian berbeda ketika melihat siswa
di wilayah perkotaan, dekat dengan pemerintah kabupaten. Siswa di perkotaan
bukan menggunakan minyak goreng untuk menyisir rambutnya. Tapi minyak yang tren
masa kini. Tak ditemukan siswa perkotaan dengan sandal selingkuh, dan tidak
ditemukan pula siswa kesulitan untuk mendaptkan buku bacaan. Sebab, sangat
mustahil siswa atau mahasiswa di perkotaan mengaku kesulitaan mendapatkan buku
bacaan. Sebab, dekat dengan perpustakaan daerah dan dekat pula dengan toko-toko
buku.
Ya, begitulah realitas yang terlihat
(paling tidak dalam perspektif saya) di lapangan. Meski begitu, semua tak boleh
putus asa. Siswa dan mahasiswa tidak boleh putus asa. Karena tidak mendapatkan
buku bacaan, bukan berarti berdiam diri tapi tetap berusaha untuk
mendapatkannya. Pemerintah pun tidak boleh berdiam diri tanpa memberikan
perhatian terhadap siswa di wilayah pedesaan.
Sebab, hidup penuh semangat bukan hanya
ajaran yang disampaikan oleh murid Plato itu. Islam telah melarang berputus
asa. Kondisi apapun harus berupaya survive, bertahan sekaligus lebih maju.
Sebab, Tuhan pasti memberikan ujian kepada hamba-Nya sesuai dengan batas
kemampuan manusia itu sendiri (QS al-Baqorah:286).
Sesulit apapun menghadapi kondisi hidup,
harus tetap berusaha semangat. Siswa dan mahasiswa atau siapapun, tidak boleh
mundur dalam menghadapi realitas kehidupan. Pendidikan sebagai bekal hari tua, kata
Aristoteles, akan menjadi pesan moral bahwa sarana pendidikan di semua level,
kecamatan, kota hingga pedesaan tidak boleh ada perbedaan. Siswa desa harus
mendapatkan pendidikan yang sama dengan siswa di perkotaan. (*)
Oleh BUSRI TOHA
KOMENTAR