TANPA terasa, hari telah berganti bulan, bulan berganti tahun dan tahun berganti abad begitu seterusnya. Waktu terus berjalan sesuai d...
TANPA terasa, hari telah berganti bulan,
bulan berganti tahun dan tahun berganti abad begitu
seterusnya. Waktu terus berjalan sesuai dengan garis edarnya tanpa menghiraukan
prilaku manusia yang tidak bisa lepas dari ruang dan waktu. Apakah yang
dilakukan manusia telah sesuai dengan ketentuan Islam, kemanusiaan, dan aturan, waktu tidak bertanggung jawab. Ia terus
mengalir tak terbatas dan tanpa mempedulikannya.
Dengan
bergantinya waktu itu, menjadi indikasi bahwa umur semakin berkurang. Ajal semakin mendekat. Padahal, amal ibadah untuk meningkatkan ketaqwaan
dan mengutkan keberimanan kepada Allah sebagai investasi diri di akhirat kelak,
belum sempurna. Masih terdapat banyak ”lubang” menganga penuh kekurangan dan
dosa. Tugas dan pekerjaan
masih banyak tak dikerjakan. Sedangkan karunia Allah terus mengalir deras tiada henti.
Seperti sinar matahari yang menyinari bumi tanpa bosan.
Rasanya
terlalu sombong dan terlalu dini bila manusia mengaku sebagai hamba Allah
paling bertaqwa dan paling mensyukuri karunia-Nya yang tak terhingga. Terlalu sombong jika ada hamba Tuhan telah mengaku sempurna,
tak mau berbenah dan tak mau belajar.
Kita barangkali terlalu ”gila” dunia, jarang –untuk tidak
mengatakan tidak ada — yang mencintai akhirat. Terbukti, berbagai kesibukan
demi kepentingan dunia seperti kesibukan di ruang kerja, kantor, ladang dan
tempat lain selalu dinomor satukan dibandingkan dengan kepentingan akhirat yang
lebih kekal.
Ketika muadzin mengumandangkan adzan
sebagai tanda masuknya waktu Shalat misalnya, kita belum bisa dengan segera
melaksanakannya, masih menunda sampai selesainya pekerjaan yang sedang digarap.
Yang lebih parah, seringkali umat Nabi Muhammad yang lemah iman, mencari-cari
alasan rasional untuk tidak melaksanakan shalat. Bahkan kalaupun
melaksanakannya, dikerjakan dengan terburu-buru seakan dikejar waktu. Padahal
shalat merupakan tiang agama. Shalat adalah ruh ajaran Islam.
Maka dengan datang tahun baru hijriyah yang baru beberapa waktu lalu, diharapkan menjadi semangat baru untuk
lebih mengokohkan dan meningkatkan keberimanan kepada Allah. Pada tahun baru
hijriyah, umat muslim juga dapat menelaah sejarah hijrahnya Rasulullah SAW.
dari kota Makkah menuju kota Madinah (al-madinah al-nabi). Spirit yang
terkandung dalam peristiwa hijrah yang sangat sakral itu tidak hanya kepindahan
Rasulullah menuju Madinah, tetapi mengandung semangat perjuangan melawan nafsu
setan, dan setiap muslim harus ”hijrah” dari kehidupan maksiat yang melemahkan
keberimanan kepada Allah menuju kehidupan yang dapat meningkatkan ketaqwaan
pada sang khaliq.
Dengan demikian, bila pada waktu-waktu
sebelumnya seringkali melakukan perbuatan yang tidak diridhai-Nya serta
berulang kali melanggar ketenntuan Allah, maka selayaknya bertaubat dengan
sungguh-sungguh dan berjanji tidak akan mengulanginya kembali pada masa
mendatang (taubatan nasuha). Sebab, manusia tidak dapat mengetahui dengan pasti
kapan nyawa akan dicabut Malaikat Maut. Apakah besok, lusa, bulan depan, tahun
mendatang atau bahkan sebentar lagi, tidak ada yang mengetahuinya. Dalam
al-Quran disebutkan bahwa jika datang ajal mereka maka tidak ada yang bisa
memundurkan atau memajukan ajal itu. Dan Allah tidak pernah mengingkari
janji-Nya.
Tidak satupun makhluk di dunia yang
dapat mengelak dari janji-Nya. Setiap hamba Allah pasti akan mengalami mati.
Tidak ada makhluk yang kekal hidup di dunia. Setiap sesuatu yang selain Allah
adalah baru, dan tidak ada keabadian bagi yang baru. Kekelan dan keabadian
hanya milik Allah, Tuhan sang pencipta. Manusia dan makhluk lain hanya numpang
sementara pada ”kendaraan” bernama dunia. Sebagai penumpang, tentu tidak
selayaknya bersikap sombong dan ego diri, karena penumpang tidak mempunyai hak
untuk memiliki kendaraan yang ditumpanginya. Dan penumpang bertugas ”membayar
ongkos” kendaraan dunia, yakni dengan beriman dan bertaqwa kepada sang pemilik
kendaraan, yakni Allah penguasa dan pemilik alam dan seisinya. Untuk itu,
segera bertaubat, jangan menunda waktu. Pekerjaan menunda-nunda adalah
perbuatan setan.
Selain itu, peristiwa perpindahan
Rasulullah SAW dari Makkah menuju kota Madinah yang menjadi awal lahirnya tahun
hijriyah, terdapat pula peristiwa maha dahsyat yakni turunya al-Quran. Kitab
suci umat Islam. Al-Quran sebagai kalam Allah, selain berisi tuntunan kehidupan
sosial, berkeluarga dan bermasyarakat, dalam al-Quran terdapat pula ajaran
mengenai keberimanan dan ketaqwaan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Berbagai tuntunan yang termaktub dalam
kitab suci al-Quran tidak hanya untuk dijadikan sebagai bentuk ajaran yang
hanya terlihat dan dibaca pada mushaf, namun harus diejawantahkan dalam
kehidupan nyata. yakni kehidupan sehari-hari, baik dalam berdealektika dengan
lingkungan maupun dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Menerjemahkan
intisari yang terkandung dalam al-Quran dalam kehidupan riil akan menjadi
investasi diri yang sangat berharga menuju kehidupan yang lebih kekal di
akhirat kelak.
Ragam serapan nurani itu sebagai bekal evaluasi diri, evaluasi sikap,
laku, kinerja atau perusahaan sekalipun. Peraturan boleh jadi meluruskan
kesemrawutan, tapi melulu tidak seimbang. Antara pemilik modal, manajemen, dan
karyawan misalnya, harus ada kesinambungan sosial dan kesalingan. Bos, tak
selayaknya berlaku bos, dan karyawan tak sepatutnya memanjakan bos. Karena
strukturalitas keduniawian justru melimbungkan etika kehambaan.
Penting kiranya kita pahami laku sufisme dalam perusahaan, meski kita
berangkat dari normalitas alam yang kita bentuk sendiri, agar tidak terjerumus
pada kebekuan, kerakusan materi atau keuntungan perusahaan semata. Keuntungan
perusahaan bisa jadi memperkaya beberapa orang, tapi jika kesejahteraan
karyawan menjadi prinsip utama berarti konsep Nabi tentang kemanusiaan dan
kesederhanan hidup telah menjadi pedoman.
Ya, evaluasi kerja sudah biasa di setiap perusahaan, mainstream yang
angkuh, tapi evaluasi hati dan pembersihan nurani lebih penting dari kinerja
itu sendiri. Saya berharap ada perusahaan yang mampu mempelajari nuraninya,
mendedah sikap angkuh dan meludahi strategi politik yang, walau bagaimana pun,
selalu abu-abu. (*)
KOMENTAR